• Minggu, 24 September 2023

Opini: Pengemis dan Bisnis dalam Perspektif Etika keagamaan

- Rabu, 16 Agustus 2023 | 16:55 WIB
Prof. Dr. Musa Asy'arie Opini Pengemis dan Bisnis dalam Perspektif Etika keagamaan.
Prof. Dr. Musa Asy'arie Opini Pengemis dan Bisnis dalam Perspektif Etika keagamaan.

Oleh: Prof. Dr. Musa Asy'arie,
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogya (2010-2014) dan Guru Besar Emeritus Universitas Muhammadiyah Surakarta.

SENAYANPOST - Beberapa waktu lalu, polisi di Jakarta pernah merazia pengemis yang di kantongnya menyimpan uang puluhan juta rupiah.

Sementara itu, ada sebuah desa di Jawa terkenal sebagai kampung pengemis, di desa tersebut banyak rumah “mewah” milik para pengemis.

Dari fenomena tersebut, rupanya, mengemis telah menjadi profesi. Mereka lebih suka menjadi pengemis ketimbang bekerja di pabrik atau berdagang, karena penghasilan mengemis lebih besar dari bekerja di pabrik.

Mengemis, secara etis bermasalah. Karena mengemis bukan pekerjaan dan merendahkan derajat pelakunya.

Baca Juga: Terjemahan Lirik Lagu NEW EMOTIONS, INFINITE, Cari Tahu Artinya!

Oleh karena itu, banyak orang -- meski miskin dan sengsara hidupnya -- pantang mengemis demi tegaknya harga diri.

Namun tidak bisa dipungkiri, tak sedikit orang yang tidak pantas mengemis, kenyataannya mengemis. Tanpa malu, ia menjatuhkan harga dirinya demi uang semata.

Lalu, bagaimana kondisi seseorang yang tidak pantas mengemis? Rasulullah menyatakan, bila seseorang masih mempunyai makanan untuk pagi dan sore di hari itu, ia terlarang mengemis (riwayat Abu Dawud).

Dari gambaran tersebut, umat Islam dan masyarakat pada umumnya harus bekerja. Terlarang meminta-minta. Karena orang yang meminta-minta atau mengemis, kehormatannya turun. Martabatnya rendah.

Baca Juga: Terjemahan Lirik Lagu NEW EMOTIONS, INFINITE, Cari Tahu Artinya!

Secara etis, manusia yang sehat dan mampu harus bekerja agar mandiri. Tidak boleh menggantungkan diri kepada belas kasihan orang lain.

Dengan demikian, bekerja adalah bentuk tanggung-jawab etis manusia dalam rangka mendeklarasikan kemandirian dan kemerdekaannya.

Pekerjaan adalah suatu kemuliaan, kehormatan dan harga diri. Seorang yang mempunyai pekerjaan adalah bermartabat, berguna dan dimuliakan, dihormati dan mempunyai harga diri.

Halaman:

Editor: Hanggi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Opini: Hukum Positif Telantarkan Orang Tua

Rabu, 20 September 2023 | 03:20 WIB

Opini: Keikhlasan Rasulullah dan Perempuan Yahudi Tua

Senin, 14 Agustus 2023 | 14:20 WIB

Opini: Majlis Taklim Al-Busyro "Membunuh" Wahyu

Kamis, 27 Juli 2023 | 19:21 WIB

Opini: Hijrah dan HAM

Kamis, 20 Juli 2023 | 19:43 WIB

Opini: Salat Subuh

Jumat, 14 Juli 2023 | 12:29 WIB

Cerpen: Cinta Suci Adi

Senin, 10 Juli 2023 | 23:08 WIB

Islam Politik dan Mempermainkan Agama

Sabtu, 8 Juli 2023 | 16:29 WIB

Opini: Idul Adha, Mari Kurbankan Ismail Kita

Kamis, 29 Juni 2023 | 11:34 WIB

Perjuangan Dakwah Islam di Ranah Minang

Minggu, 25 Juni 2023 | 21:06 WIB
X