Oleh Syaefudin Simon
SENAYAN POST - Namanya Adi. Tinggi 175 cm, kulit kuning, hidung mancung, relijius, kaya, pintar, dan sayang pada wanita.
Suatu kali, ibunya minta Adi untuk menikahi gadis anak temannya yang hamil duluan. Vani, nama gadis itu. Pendek, hitam, kriting, norak, dan bawel. Ia hamil. Tapi Vani tak tahu siapa yang menghamilinya. Maklum saat itu ia dipaksa minum Vodka oleh teman-teman gengnya sampai mabuk. Begitu bangan, Vani lunglai. Nyaris tak bisa berdiri. Sampai suatu ketika, ia muntah-muntah. Ternyata ia hamil.
Untuk menutupi rasa malu keluarganya, ibunya Vani, Jeng Dian, minta tolong ke Jeng Rosi, agar Adi menikahi Vani. Adi anak pertama Jeng Rosi. Jeng Dian dan Jeng Rosi sudah berteman sejak kuliah di UGM Yogyakarta tahun 1980-1986.
Baca Juga: التزام الجنرال أنديكا فيركاسا بدعم الحكومة من أجل إندونيسيا المتقدمة
Rosi setuju. Setelah dibicarakan dengan Adi, putranya setuju. Jadilah Adi dan Vani menikah.
Malam pertama, ternyata Adi kelihatan senang sekali pada Vani. Ia membisiki Vani dengan kata- kata indah.
"Vani, aku senang sekali bisa memenuhi permintaan ibuku untuk menikahimu. Lebih senang lagi, aku bisa menikah denganmu yang sudah hamil," kata Adi.
"Apa mas Adi?" tanya Vani tak percaya pada bisikan Adi.
Baca Juga: Cegah Macet dengan Aturan Jam Kerja di Jakarta, Polda Metro Jaya: 85 Persen Menyetujui
Soalnya sejak dinikahkan dengan Adi, Vani menduga Adi pasti marah dan tak mau bicara pada Vani. Ia tahu diri -- tak cantik dan sempat ditiduri pria lain lagi. Dugaannya, Adi pasti membencinya. Ternyata dugaannya salah. Adi benar-benar menyayanginya.
"Vani, anakmu dalam kandungan tidak bersalah. Kau pun tidak bersalah. Aku tahu kau menderita karena kasus itu. Tapi aku percaya penderitaanmu itu adalah bentuk kasih Tuhan," ujar Adi.
Adi pun mengutip puisi Rumi.
"Derita yang datang padamu adalah utusan Tuhan. Jadi, kau beruntung menerima penderitaan itu. Aku menyayangimu karena kau adalah orang yang dipilih Tuhan. Tuhan telah mengirim utusan untukmu. Dalam bentuk penderitaan tanpa kau mengerti kenapa semua itu terjadi. Terimalah utusan Tuhan itu dengan ikhlas dan senang hati," kata Adi.
Artikel Terkait
Opini: Ekonomi Haji Pascapandemi dan Uang Jokowi
Opini: Idul Adha, Mari Kurbankan Ismail Kita
Makna Kalimat "Hasbunallah Wanikmal Wakil" dan Waktu Terbaik Mengucapkannya
Islam Politik dan Mempermainkan Agama
Opini: In Memoriam KH Zamroni Irfan, Santri Modern yang Liberal