Dr. H.M. Amir Uskara
Anggota DPR RI/Ketua Fraksi PPP
SENAYAN POST - TikTok meradang. Gegaranya Amerika Serikat (AS) melarang pemakaian aplikasi besutan Cina tersebut.
Alasannya, TikTok bisa mengumpulkan data berbagai macam hal di Amerika. Lalu menjadikannya sebagai big data untuk kepentingan spionase.
Sebelumnya, China juga melarang Google, Facebook, dan WhatsApp. Alasannya hampir sama dengan ketika AS memblokir TikTok. Takut disusupi.
Adu perkasa dunia digital antarnegara di dunia saat ini identik dengan adu kekuatan ekonomi. Siapa yang menang itulah yang survive. The strong shall survive. The weak shall fall. Siapa yang menguasai informasi, itulah yang menang.
Baca Juga: Teaser 'Seven' Jungkook BTS Bareng Han So Hee Telah Rilis, Begini Reaksi Penggemar!
Pelarangan TikTok di AS dan pelarangan Google di China adalah cermin persaingan ekonomi dan militer yang sangat serius di kedua negara adidaya tersebut.
Kedua negeri superpower tadi saat ini tengah bersaing untuk menguasai dunia. Dampak persaingan AS dan China itu, menurut IMF (Internasional Monetary Fund), menggerus 7-12 persen produk domestik bruto (PDB) dunia. Atau hampir sama dengan gabungan PDB Jepang dan Jerman.
Kenapa demikian besar? Karena persaingan Sino-AS menyangkut banyak sekali items. Mulai komoditi sandang, pangan, papan, teknologi konvensional, teknologi digital, militer, teknologi nuklir, ruang angkasa, artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan lain-lain. Bahkan hubungan dan diplomasi internasional.
Jika kawasan Eropa Barat dan Jepang sejak lama didominasi AS dengan bantuan ekonomi dan militer, kini Afrika dan Asia sudah mulai didominasi China.
Baca Juga: Rusia Tanggapi Hasil KTT NATO di Lituania, Sebut Barat Kembali ke 'Skema' Perang Dingin
Negara-negara Afrika seperti Ethiopia, Kamerun, Angola, Republik Kongo, Djibouti, dan Zambia misalnya, kini telah menjadi poros China. Negara-negara tersebut mendapatkan bantuan ekonomi dan teknologi besar-besaran dari China sehingga perekonomiannya makin maju.
Yang paling mengejutkan adalah China berhasil menancapkan pengaruhnya di Arab Saudi dan Iran. Pemulihan hubungan diplomatik antara Saudi dan Iran -- dua negeri Teluk yang selalu konflik -- yang dimediasi China mengejutkan Barat.
Betapa tidak! Dunia internasional akhirnya terbuka matanya: konflik tajam antara Arab Saudi versus Iran selama ini ternyata akibat provokasi Barat.
Artikel Terkait
Opini: Menuju Indonesia Emas Dengan Ekonomi Biru
Opini: Intelijen dan Krisis Moneter di Asia Tahun 1997
Opini: In Memoriam KH Zamroni Irfan, Santri Modern yang Liberal
Opini: Penyakit dalam Jurnalistik
OPINI: Penggalangan Mantan Teroris; Kisah Pendiri JI dr. Najih Ibrahim