Mush’ab Muqoddas
Pengamat Terorisme di Timur Tengah
Beberapa waktu lalu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Prof AM Hendropriyono mengungkapkan langkahnya menggalang AS Panji Gumilang, pemimpin pesantren Al Zaytun, karena telah keluar dari NII dan menjadi musuh NII. Informasi ini didapatkan dari Sardjono Kartosuwiryo dan Abdul Fatah Wiranggapati.
Sardjono Kartosuwiryo adalah anak dari SM Kartosuwiryo. Abdul Fatah Wiranggapati adalah mantan perwira Tentara Islam Indonesia dengan pangkat terakhir kolonel, dan melantik Daud Beureuh sebagai pemimpin NII di Aceh. Keduanya telah kembali ke pangkuan NKRI.
Prof AM Hendropriyono menjelaskan definisi dari penggalangan kepada sahabatnya Peter Gontha yaitu menjadikan bekas musuh yang dimusuhi oleh kelompok asalnya sebagai teman. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Saat Prof AM Hendropriyono memimpin BIN, ancaman terbesar yang dihadapi oleh Indonesia adalah aksi-aksi terorisme dari sel-sel teroris Al Qaeda, yang bermetamorfosa dari Jamaah Islamiyah (JI). Jika dirunutkan lagi, JI Indonesia merupakan pecahan dari NII faksi Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir, yang menganut akidah wahabisme-salafisme. Pendirian JI di Indonesia, terinspirasi dari Aiman Zawahiri, penasehat Osama bin Laden, yang dekat dengan kombatan asal Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia.
NII sendiri adalah kepanjangan dari Negara Islam Indonesia yang dideklarasikan oleh SM Kartosuwiryo menandingi pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Sukarno, dan berlandaskan Pancasila. Dengan operasi Pagar Betis, SM Kartosuwiryo berhasil ditangkap dan kemudian dieksekusi.
Dapat diartikan, NII merupakan induk dari organisasi-organisasi terorisme yang ada di Indonesia, termasuk JI yang kemudian bermetamorfosa menjadi Al Qaeda. Dalam perjalanannya juga terpecah darinya sel-sel teroris dipimpin Aman Abdurrahman yang kemudian mendirikan ISIS.
Penggalangan mantan teroris tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Mesir telah melakukan deradikalisasi lebih dahulu.
Najih Ibrahim adalah kader Ikhwanul Muslimin (IM) lulusan fakultas kedokteran Universitas Asyut, pada tahun 1980 bersama rekan-rekannya mendirikan Jamaah Islamiyah terinspirasi dari pandangan-pandangan Sayid Quthb, dan berfatwa keharusan membunuh Presiden Anwar Sadat karena berdamai dengan Israel. Fatwa ini dilaksanakan oleh Khalid Islambuli, perwira menengah Tentara Mesir berpangkat mayor.
Pada parade militer 6 Oktober 1981, Presiden Anwar Sadat dibunuh. Seluruh pengurus dan anggota JI dipenjara. Mereka kemudia keluar pad atahun 2005 setelah proses deradikalisasi.
Proses deradikalisasi para pimpinan JI tidak berlangsung cepat. Najih Ibrahim menceritakan bahwa prose deradikalisasi dimulai pada tahun 1995, saat itu Penjara Aqrab dikepalai oleh Irjen Pol. Ahmad Rifaat. Ada kejadikan kemanusiaan yang meluluh lantakkan egoisme para pemimpin JI yang ditahan, juga para penjara penjara.