Seandainya agama ini telah hilang eksistensinya sejak ratusan abad yang lalu, maka sungguh umat ini membutuhkan nabi yang baru, sedangkan kenabian sudah berakhir seiring diutusnya Nabi Muhammad SAW.
Kitab Sayyid Qutub ini setebal 6 jilid telah diterjemahkan ke dalam sekitar 30 bahasa. Ini merupakan tantangan yang sangat besar. Tafsir yang mirip dengan itu adalah tafsir surat Al-Nur karangan Abu A'la Al-Maududi.
Selain tafsir yang besar, kemudian bermunculan juga tafsir-tafsir untuk ayat-ayat tertentu. Dalam tafsir mereka terdapat penyelewengan yang besar atas maksud Al Quran.
Di Mesir, ada salah seorang ulama besar di Al-Azhar, pada suatu hari beliau mengungkapkan satu kalimat yang mengherankan tentang kitab Fi Zhilalil Quran. Beliau adalah seorang guru besar, bernama Ahmad Al-Kumi. Beliau adalah guru dari para guru-guru kami. Guru-guruku belajar darinya. Ada seorang guru kami yang tunanetra, yang mengajar di Fakutas Ushuluddin. Dengan kecerdasannya beliau menghafal apa yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad Al-Kumi. Ketika pulang ke rumah, guru kami yang tunanetra ini mendikte materi pelajaran untuk ditulis oleh orang yang membersamainya, dimana setiap kali belajar tidak kurang catatannya dari 25 halaman. Kemudian guruku bercerita bahwa setelah itu beliau mempelajari materi itu dari kitab-kitab tafsir dalam jumlah yang banyak, maka beliau mendapat bahwa gurunya Al-Kumi menyampaikan sebagian pemahaman yang mendalam yang tidak ditemukan dalam tafsir manapun. Pemahaman yang dalam yang tidak ditemukan dalam tafsirnya Fakhrurrazi, tidak ada Tafsir al-Qurthubi, tidak ada dalam tafsir Al-Alusy. Maka Guruku ini pada satu hari menjumpai Syaikh Ahmad Al-Kumi dan bertanya, " Wahai Ustaz, Engkau menjelaskan pemahaman yang halus, sementara hal itu tidak terdapat dalam kitab-kitab tafsir. Maka apa sebenarnya pembelajaran dan metode yang membantumu untuk sampai pada level ini dalam menafsirkan Al Quran?", Saat itu Al-Kumi sangat marah, kemudian beliau berteriak dan mengatakan; "Tidakkah diperdapatkan futuh dari Allah? Setelah seorang pelajar mempelajari secara mendalam ilmu tafsir, Allah membuka kepadanya pemahaman".
Syaikh Ahmad Al-Kumi ini ketika melihat kitab tafsir Fi Zhilalil Quran mengucapkan satu kalimat yang unik. Beliau berkata bahwa kitab Fi Zhilalil Quran adalah kitab yang tidak layak dan pantas disebut sebagai kitab tafsir.
Kenapa demikian? Karena pengarangnya tidak memiliki alat kelengkapan untuk masuk dalam dunia tafsir. Maka karena itu, tidak boleh tidak seorang yang berkonsentrasi belajar ilmu tafsir untuk memandang penting ilmu alat – ilmu alat yang diperlukan untuk melakukan penafsiran.