• Kamis, 28 September 2023

Opini: Pidana Bagi Dokter Malapetaka Bagi Kemanusiaan

- Sabtu, 3 Juni 2023 | 09:05 WIB
Opini AM Hendrapurnomo terkait Tenaga Kesehatan yang saat ini dilanda banyak kekhawatiran karena adanya RUU Omnibuslaw Kesehatan. (SenayanPost.com)
Opini AM Hendrapurnomo terkait Tenaga Kesehatan yang saat ini dilanda banyak kekhawatiran karena adanya RUU Omnibuslaw Kesehatan. (SenayanPost.com)

SENAYANPOST - Dokter, Dokter Gigi yaitu tenaga medis dan Tenaga Kesehatan (Nakes), yaitu para Perawat, Bidan Apoteker dan mereka yang mengabdikan dirinya di bidang kesehatan untuk menolong nyawa manusia, kini sedang dilanda kegelisahan karena merasa tidak mendapat pelindungan dan kepastian hukum dengan adanya RUU Omnibuslaw Kesehatan yang diajukan DPR pada bulan April 2023 yang lalu.

Hakikat permasalahan adalah kebijakan DPR dan Pemerintah sebagai regulator selama ini, terganggu oleh terlalu besarnya kewenangan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dalam mengatur dunia kedokteran Indonesia.

Di lain pihak para fungsionaris IDI enggan untuk tunduk pada kebebasan berserikat sesuai amanat konstitusi, sehingga ingin mempertahankan status quo sebagai organisasi dokter satu-satunya di Indonesia.

Alasan-alasan yang lain merupakan masalah hilir dari kedua masalah kronis tersebut yang jika tidak kunjung terselesaikan, akan menggelinding dan mengancam kemajuan ilmu kedokteran sekaligus pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Jangan Panik, Meski Sistem Pemilu Tertutup Situasi Tetap Aman dan Senang

Bagi rakyat yang penting kesehatan mereka dapat lebih terlayani dengan baik, sesuai dengan kemajuan teknologi dunia yang serba internet dan berkecerdasan buatan ini.

Secara obyektif juga tidak adil jika mempidanakan seorang dokter, yang karena tidak sengaja menyebabkan pasiennya celaka.

Obyek atau tujuan dokter adalah menolong setiap orang yang datang kepadanya, yang karenanya maka mengandung nilai etika yang luhur.

Tidak layak jika disamakan dengan orang yang mengemudikan mobil, yang secara tidak sengaja menyebabkan orang lain celaka karena tertabrak.

Baca Juga: Gen Z di Amerika Ramai Tinggalkan Smartphone Pilih HP ‘Jadul’, Apa Alasannya?

Tujuan pengemudi tidak mengandung nilai apapun, kecuali nilai yang ada pada dirinya sendiri. Sanksi yang adil bagi kedua jenis ketidak sengajaan tersebut juga niscaya berbeda, yaitu ketidak sengajaan dokter sejatinya masuk dalam ranah perdata sedangkan kealpaan pengemudi tetap masuk ke dalam ranah pidana.

Bagi seorang dokter spesialis yang bersekolah mahal dengan susah payah selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan niat mengabdi, sanksi berupa pencabutan ijin praktik oleh pemerintah merupakan lonceng kematian baginya secara perdata.

Sesuai dengan derajat kesalahannya maka pelarangan ijin praktik untuk sesuatu jangka waktu tertentu, juga merupakan bentuk perlindungan dan kepastian hukum bagi para pasien.

Sebaliknya, jika dokter harus bulak-balik dipanggil polisi atau jaksa karena tuduhan pidana malpraktik, berapa banyak orang menderita yang telah terbengkalai ketika pandemi Covid19 melanda kita selama 3 (tiga) tahun terakhir.

Halaman:

Editor: Hanggi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Perhatian, Warga Jakarta Harus Cetak Kartu Identitas Ini

Kamis, 21 September 2023 | 10:15 WIB

Opini: Beda antara NASA dengan Badan Ruang Angkasa Rusia

Kamis, 21 September 2023 | 10:02 WIB

Opini: Polisi Memburu "Escobar Indonesia"

Senin, 18 September 2023 | 14:21 WIB
X