Opini: Budaya Penolakan Menantang DPR-RI, Pemerintah dan Tentara Siber (Intel)

- Sabtu, 20 Mei 2023 | 08:24 WIB
AM Hendropriyono
AM Hendropriyono

SENAYANPOST - Budaya penolakan atau cancel culture masyarakat Indonesia, nampak telah tumbuh dan semakin berkembang dengan terjadinya beberapa kasus, yang menimpa tokoh-tokoh penting yang melakukan kesalahan menurut penilaian publik.

Ajakan dari seseorang melalui media sosial untuk menyerang nama baik orang lain telah nyata mampu mempengaruhi dengan cepat sampai puluhan ribu warganet, hanya dengan membaca petisi buatannya di suatu laman situs internet.

Sebagai negara hukum yang berdaulat, setiap tindakan pemerintah maupun rakyat, harus didasarkan pada hukum.

Dengan demikian tidak dapat dibenarkan tindakan pemerintah yang sewenang-wenang dan juga tindakan rakyat yang sekehendaknya sendiri.

Baca Juga: Setelah Mampu Meraih Poin, Pembalap Indonesia Siap Bertarung di JuniorGP Valencia

Matra siber di dunia yang serba internet laksana rimba raya yang dikuasai oleh siapa yang lebih kuat, dalam pertarungan antar manusia sebagai srigala yang saling memakan sesamanya.

Budaya penolakan di rimba raya siber Indonesia sangat rentan dimanipulasi oleh sesuatu pihak, untuk menjatuhkan lawan khususnya dalam kontestasi internal di tahun politik menjelang pemilu tahun 2024.

Fenomena budaya penolakan yang juga marak di Amerika Serikat dapat mendorong inisiatif kaum kapitalis eksternal, untuk memproyeksikan berbagai bentuk hoaks dan simulakra ke matra siber Indonesia.

Analisis ini jadi mengemuka, karena sampai sekarang Indonesia dinilai sangat pro kepada China dalam konstelasi geo-strategi Amerika Serikat di Asia Tenggara.

Baca Juga: Komentar Presiden FIFA Soal Keributan di Final SEA Games antara Timnas Indonesia Lawan Timnas Thailand

Hal tersebut terkait dengan politik ekonomi kita terhadap perseteruan dagang dan finansial yang kronis, antara Barat (Amerika Serikat) dan Timur (China) sejak tahun 2018.

Perseteruan yang kronis tersebut dapat dengan mendadak berubah menjadi akut, jika perkembangan budaya penolakan di Indonesia dibiarkan semakin tumbuh dan berkembang secara liar.

Budaya penolakan mengandung nilai kritik bagi operasi intelijen dalam membangun suatu perkiraan keadaan di matra siber, karena nilai kritik dalam konotasi militer berarti memberikan suatu keuntungan strategis bagi pihak manapun yang menguasainya.

Kesadaran dari para pemimpin Partai Politik, anggota DPR-RI dan Pemerintah akan berperan semakin sentral, dalam menghindarkan negara bangsa kita dari pendadakan (surprise) operasi intelijen baik dari pihak internal maupun eksternal.

Halaman:

Editor: Hanggi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Opini: Bung Karno, Tito, dan Ekonomi Pancasila

Selasa, 6 Juni 2023 | 10:14 WIB
X