Penulis : Haekal Afifa, CEO Institut Peradaban Aceh
Di antara beberapa Habib di Indoenesia, saya adalah pengagum Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Disamping pemikiran beliau yang dinamis, juga gaya dakwah beliau yang elegan, lemah lembut dan memiliki integritas dalam setiap sikapnya.
Sebagai orang yang pernah hidup dalam 2 (dua) kultur pesantren (Dayah Salafiyyah di Aceh dan Dayah Modern di Jawa), saya melihat beberapa perbedaan antara Aceh dan Jawa, serta Tradisional dan Modern, maupun perbedaan cara berpikir keduanya. Terlepas dari semua perbedaan itu, Habib Luthfi mampu menyatukannya dengan baik dan penuh kelembutan.
Kegaguman saya bertambah, kala saya tau beliau adalah seorang Mursyid dan Hirqah untuk Jami'uthuruq (Hampir semua Thariqah) yang bersanad kepada Rasulullah. Bahkan, beliau adalah Ra’is ‘Am Jam’iyah Ahlu Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdiyah (JATMAN) dan Ketua Forum Ahli Sufi Internasional yang dipilih oleh 91 Ulama Sufi dari 36 Negara di Dunia.
Di samping berguru pada ayahnya Al Habib Al Hafidz Ali al Ghalib, beliau juga pernah mondok di Pesantren Raudhatul Mubtadiin Belakambang, Pesantren tertua di Jepara yang dikenal dengan Pesantren Belakambang yang didirikan oleh Hadlaratusy Syaikh KH. Chasbullah dan sekarang dipimpin oleh cucunya KH. Ma'mun Abdullah Hadziq.
Walaupun dulu Pesantren Belakambang salah satu pesantren tradisional, sekarang sudah menjadi Pesantren Terpadu (Modern) dengan hadirnya beberapa tingkatan Sekolah dan Madrasah di dalamnya, dan Habib Luthfi pernah menjadi bagian darinya. Walaupun, beberapa awamers di Aceh tidak bisa membedakan antara Wahabi, Dayah Modern dan Ahlussunnah wal Jamaah.
Nah, yang mencengangkan ternyata Habib Luthfi adalah penikmat musik klasik, genre musik yang juga dikagumi oleh almarhum Tengku Hasan di Tiro seperti Mozart, Beethoven, Vivaldi, Bach, Mantovani, Palmoriat dan lainnya. Beberapa kali saya melihat Habib Luthfi bermain Piano, Biola, Keyboard dan alat musik lainnya. Padahal beliau bukan Alumni Dayah Modern, bahkan beliau Pimpinan Sufi Dunia.
Dalam Pandangan beliau, Melalui Musik kita akan menemukan kekaguman. Ilmu Allah yang terdapat dalam musik itu sangat luar biasa. Di antaranya, Not-nya itu hanya ada 7 (tujuh), Oktafnya ada 7 (tujuh), suara miringnya ada 5 (lima) dan semua menjadi 12. Dipakai seluruh dunia dan mengeluarkan nada dan lagu beragam. Ini satu hal yang menarik. Ketika seorang mendengarkan musik mereka bisa menangis dan tertawa, bersedih dan bersuka ria.
Dan, dalam musik Beliau juga melihat corak demokrasi yang Indah. Jika ada empat sampai lima Violin, pasti ada satu yang berperan sebagai Dynamo, dan perannya akan lebih dominan. Ada Alto yang bentuknya lebih besar, lalu dibelakangnya ada Cello. Maka, kalau ada 25 Violin sudah musti ada 5 Cello dan Alto, dari Oktaf satu, dua dan tiga.
Al Habib juga pernah duet dengan Romo Aloys Budi Santoso (Romo Budi) yang lincah memainkan Saxophone dari Keuskupan Agung Semarang serta pernah konser amal bareng Addie MS. Oh ya, beliau juga pernah di-bully oleh Pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019, dan saya yakin bagi pendukung Prabowo yang belum move on akan mencari dalil untuk tidak sepakat dengannya sampai saat ini.
Bagi saya dan mungkin bagi sebagian orang yang mengenal Habib Luthfi, akan sepakat bahwa Habib Luthfi seorang pemain musik, pencipta lagu dan Simphonist Klasik - sebuah kombinasi langka dan keren dari seorang Ulama, Habaib, Sufi dan Mursyid Thariqah. Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad!
