• Minggu, 24 September 2023

OPINI - LENGSER KEPRABON, Mengingat Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto

- Selasa, 23 Mei 2023 | 12:32 WIB
Presiden Soeharto pernah prediksi kondisi Indonesia tahun 2020 (Instagram @cendana.archives)
Presiden Soeharto pernah prediksi kondisi Indonesia tahun 2020 (Instagram @cendana.archives)

Pemilu 1997 merupakan pemilu terpenting di dalam sejarah Orde Baru. Dikatakan demikian karena pemilu 1997 merupakan tahap transisi menuju Indonesia era 2000-an. Untuk menuju era baru Indonesia itu, Presiden Soeharto telah menyiapkan sejumlah perubahan di antaranya adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Jonggol. Kabar yang beredar di lingkaran elit menyebut bahwa Soeharto juga mempersiapkan orang yang akan menggantikannya pada pemilu 2002.

 

Pemilu 1997 kembali dimenangkan Golkar. Partai bergambar beringin ini meraih mayoritas suara di DPR walaupun ada perlawanan kuat dari PPP. Naiknya PPP sebagai penantang kuat Golkar tidak terlepas dari gagasan reformasi yang ditawarkan Ketua Umum PPP waktu itu, H. Ismail Hasan Metareum. Popularitas PPP meningkat di mata rakyat, karena elit-elit partai seperti Hamzah Haz, A.M. Saefuddin dan Sri Bintang Pamungkas berani mengambil posisi head to head terhadap Pemerintah.

 

Setelah pengumuman anggota DPR dan MPR terpilih, Presiden Soeharto menggeser posisi Harmoko dari Menteri Penerangan menjadi Menteri Negara Urusan Khusus. Pergeseran itu mengindikasikan bahwa Harmoko akan diplot sebagai Ketua DPR/MPR. Itu dilakukan Soeharto dalam rangka mengamankan suksesi 2002.

 

Harmoko kemudian dipilih sebagai Ketua DPR/MPR. Beberapa setelah pelantikan anggota, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden mandataris MPR. Kelompok LB Moerdani memanfaatkan Sidang Istimewa itu untuk mengangkat kembali isu pergantian kepemimpinan. Manuver dilakukan dengan memecah Fraksi ABRI MPR. Letjen. Hari Sabarno yang diplot sebagai Ketua Fraksi ABRI tidak mampu menghadapi infiltrasi kelompok Beni Moerdani yang diwakili oleh kelompok Mayjen. Harsudiyono Hartas. Fraksi ABRI tidak bulat mendukung Presiden Soeharto meneruskan jabatan kepresidenan. Sekelompok perwira tinggi dan menengah mengusulkan agar Sidang Istimewa 1997 dijadikan sebagai momentum suksesi kepemimpinan nasional.

 

Istana pun meradang. Di tengah Sidang Istimewa, Presiden Soeharto memanggil Harmoko ke Cendana. Di dalam pertemuan singkat itu, Presiden Soeharto bertanya apakah benar bahwa mayoritas rakyat menginginkan dirinya kembali memimpin. Dengan nada meyakinkan, Harmoko mengatakan bahwa kepemimpinan Presiden Soeharto masih dibutuhkan bangsa. Menurutnya, itu dibuktikan dari hasil safari Ramadhan yang dilakukan pada tahun 1996 sebelum pemilu.

 

Tanpa ragu lagi, MPR pun melantik kembali Soeharto sebagai Presiden dan Habibie sebagai Wakil Presiden. Naiknya Habibie sebagai orang nomor dua ini menyulut kemarahan musuh-musuh Soeharto. Habibie dipandang tidak layak menduduki jabatan Wakil Presiden dan menggantikan Soeharto jika lengser.

Halaman:

Editor: Mushab Muuqoddas

Tags

Terkini

Perhatian, Warga Jakarta Harus Cetak Kartu Identitas Ini

Kamis, 21 September 2023 | 10:15 WIB

Opini: Beda antara NASA dengan Badan Ruang Angkasa Rusia

Kamis, 21 September 2023 | 10:02 WIB

Opini: Polisi Memburu "Escobar Indonesia"

Senin, 18 September 2023 | 14:21 WIB
X